Touché - Windhy Puspitadewi

Touché - Windhy Puspitadewi
goodreads
Judul: Touché (2011)
Pengarang: Windhy Puspitadewi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juni 2014 (Cetakan ke-6)
Tebal: 204 hlm
Genre: Fantasi
“Manusia tidak bisa memilih takdirnya sendiri.”—p. 43
Selain kemampuan aneh yang bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain lewat sentuhan, Riska memiliki kehidupan normal layaknya siswi SMA biasa. Tapi semua berubah sejak kedatangan Pak Yunus, guru pengganti, dan perkenalannya dengan Indra yang dingin dan Dani si juara kelas.

Riska kemudian diberitahu bahwa dirinya adalah touché alias orang yang memiliki kemampuan melalui sentuhan, seperti halnya Indra, Dani, dan Pak Yunus sendiri. Seakan itu belum cukup mengejutkan, Pak Yunus diculik! Sebuah puisi kuno diduga merupakan kunci untuk menemukan keberadaan Pak Yunus.

Dengan segala kemampuan mereka, Riska, Dani, dan Indra pun berusaha memecahkan kode dalam puisi kuno tersebut dan menyelamatkan guru mereka.
“Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada melawan dirimu sendiri.”—p. 18
Saya sebenernya bukan orang yang suka baca teenlit, tapi Touché sudah jadi wishlist sejak lama sekali. Tepatnya bukan Touché sih, tapi buku ke duanya Touché Alchemist. Sebab banyak yang bilang bahwa buku keduanya lebih bagus, dan lagipula keduanya tidak berhubungan secara alur. Satu-satunya kesamaan adalah adanya tokoh Pak Yunus, dan setelah selesai membaca buku ini, saya rasa, jika membaca buku keduanya lebih dulu mungkin membaca buku pertama tidak akan seasik ini.

Selain jumlah halaman yang tipis, dan pace yang cepat, mudah sekali menyelesaikan buku ini dalam sekali-dua kali duduk. Tapi ya, sejujurnya untuk ukuran cerita fantasi rasanya kurang tebal. Penjelasan soal para Touché ini kurang banyak, kurang detil. Mungkin ini juga karena konflik utamanya yang simpel kali ya? Jadi gak terlalu banyak dibahas. Salut juga sama riset penulis tentang lukisan, puisi, dan segala hal yang sebenernya kecil tapi banyak artinya di buku ini. Hanya saja seperti soal Touché itu sendiri, terlalu singkat jadi terasa hanya numpang lewat.

Gaya bahasanya juga kaku, terutama bagian cakapan. Untuk setting yang Indonesia banget, harusnya bisa lebih luwes kan? Dan ngomong-ngomong saya pusing sama bahasa yang campur-campur Inggris-Perancis-Indonesia. Pengecualian untuk Pak Yunus dan Arman karena latar belakangnya. Tapi trionya? Toh gak pernah dijelaskan kalau misalnya mereka belajar bahasa perancis di sekolah. Memang gak sebanyak itu sih, tapi tetep aja.
“Sepertinya aku jadi suka padamu.”
“Terima kasih, tapi aku tidak”
“Belum,” Ralat Dani.—
p. 52
Meski begitu, aku suka sekali tokoh-tokoh, interaksi dan perkembangan mereka. Memang sih, komposisinya sudah sering ditemui, tokoh yang ‘cengengesan’, tokoh yang serius, dan tokoh yang realisitis. Dan ketiganya memang saling melengkapi.

Indra, menjadi karakter paling menarik bagi saya dengan perkembangannya sepanjang cerita. Gimana enggak? Dengan masa lalu kelam, pandangan Indra tentang hidup jadi suram. Mentalnya menyalahkan dirinya sendiri dan membuatnya menyalahkan kemampuannya, padahal Indra itu hebat lo. Pinter banget dan jago judo, walau dia sering bilang kalau kemampuan judonya itu agak curang gara-gara dia bisa baca pikiran. Setengahnya mungkin benar, tapi kan percuma aja bisa baca pikiran lawan kalau gak tau apa yang harus dilakukan soal itu, seperti kata Riska, kemampuan Touché-nya cuma sebagai bonus.

Soal Dani juga, pasti bukan cuma saya yang bertanya-tanya soal kemampuan Dani yang bisa tau seluruh isi buku dalam satu sentuhan. Bayangkan kita bisa tau isi novel tanpa perlu membacanya, dan berapa hemat waktunya itu. Ungkapan so many books so little time gak berlaku lagi.

Tapi apa bener semenyenangkan itu? Bukankah kebahagiaan itu terasa lebih nikmat kalau kita sudah melalui perjuangan? Lagipula hal yang menyenangkan dari sebuah buku adalah perasaan yang ditimbulkan dalam proses membaca? Berdebar, sedih, bahagia, kalau bisa tau itu semua dalam satu sentuhan, apa sensasinya juga cuma terasa dalam satu sentuhan? ya udah baca e-book aja sii/antiklimaks woy! Eh, engga, serius. Emang yakin  nggak bakal tergoda buat baca cepet aja, apalagi setelah terbiasa melakuannya. Jangan-jangan lama-lama bakal lupa kenapa suka buku terus gak suka baca buku lagi. (Overthink, maaf, udah ah, jadi serem)

Lalu Riska, hmm, saya gak bisa komen banyak sih. Dia lumayan netral dan jadi mata pembaca dalam cerita. Tapi perannya tetap penting sih, meski perkembangan karakternya gak seheboh Indra tapi aku suka relasi dua tokoh ini, saling menguatkan satu sama lain. Saya setuju sama Pak Yunus soal mereka berdua.

Twist-nya lumayan, memang sebenernya ini bisa ditebak kalau kita ngikutin apa yang Indra pikirin. Namun memang beberapa adegan dibuat dengan apik buat bikin pembaca ragu-ragu. (Atau mungkin saya aja yang naif, hih). Tapi teka-tekinya wow banget, satu-satunya yang bikin saya bingung cuma soal garis di peta itu sungai, kan jalan juga bisa.

Jadi yah, ini cerita fantasi berbumbu romance ala teenlit dan misteri. Cem gado-dago, enak.
“Tapi mestinya kau ingat, di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar baik.”
“Dan sebaliknya, tidak ada orang yang benar-benar jahat,”—
p. 197

R2CBBI
Fantasy Fiction

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Kota Topeng Angker - Yovita Siswati

Peter Pan - J. M. Barrie

Which Character Would You Choose?

The Litigators - John Grisham

Scene on Three #1